Ning Dini, Suara Santri di Parlemen yang Berjuang untuk Guru Madrasah

Iklan Semua Halaman

Post ADS 1

Header Menu

Ning Dini, Suara Santri di Parlemen yang Berjuang untuk Guru Madrasah

Rabu, 22 Oktober 2025
Hj. Dini Rahmania, Anggota DPR RI Komisi VIII.
Foto: istimewa


JURNALREPORTASE.COM, PASURUAN — Langkah perjuangan Anggota DPR RI Komisi VIII, Hj. Dini Rahmania, dalam memperjuangkan kesejahteraan guru madrasah dan peningkatan mutu pendidikan Islam berbuah apresiasi. Politisi muda Partai Nasdem itu dinobatkan sebagai Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2025 oleh Forum Komunikasi Jurnalis Nahdliyin (FJN).


Penghargaan tersebut diberikan dalam acara Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) yang digelar di Pasuruan, Selasa (21/10/2025), bertepatan dengan momentum menjelang Hari Santri Nasional.


“Saya merasa sangat senang dan tersanjung. Saya masih merasa sebagai anak baru di sini. Namun yang paling penting, saya berharap dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar sosok yang akrab disapa Ning Dini, usai menerima penghargaan itu.


Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Agama, Ning Dini menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan di bidang pendidikan Islam. Fokusnya jelas, memperjuangkan agar guru madrasah, guru TPK, serta tenaga pengajar di madrasah diniyah dan pesantren memperoleh hak dan kesejahteraan yang setara dengan guru sekolah umum.


“Kami berharap guru madrasah mendapatkan hak yang setara dengan guru di sekolah umum. Karena mereka sama-sama berjuang mencerdaskan bangsa,” tegasnya.


Di masa reses, Ning Dini aktif turun ke lapangan menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya yang meliputi Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo. Ia mengaku, ketimpangan kesejahteraan guru madrasah menjadi salah satu persoalan paling mendesak yang disuarakan masyarakat.


“Banyak guru madrasah swasta hanya menerima insentif sekitar Rp250 ribu per bulan, bahkan ada yang di bawah itu. Ini sangat memprihatinkan dan tidak sebanding dengan dedikasi mereka,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Dini juga menyoroti lambannya proses pengangkatan guru madrasah menjadi ASN atau P3K di bawah naungan Kementerian Agama. Ia menilai kebijakan tersebut perlu segera dibenahi agar tidak menimbulkan ketimpangan baru di sektor pendidikan.


“Di sekolah umum, pengangkatan P3K berjalan lancar. Tapi di madrasah swasta, prosesnya sering terhambat. Kami akan memperjuangkan agar ini menjadi perhatian serius pemerintah,” ujar politisi muda yang dikenal aktif di kalangan Nahdliyin itu.


Menurut Ning Dini, madrasah dan lembaga pendidikan Islam memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi bangsa. Namun ironisnya, keberadaan mereka sering luput dari perhatian negara.


“Madrasah dibangun dengan semangat gotong royong dan keikhlasan. Negara harus hadir untuk memastikan guru-gurunya tidak hanya dihormati secara moral, tetapi juga dihargai secara ekonomi,” ucapnya.


Bagi Dini, penghargaan dari FJN bukan sekadar pengakuan pribadi, tetapi juga pengingat bahwa perjuangan belum selesai.


“Saya ingin penghargaan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Guru madrasah, santri, dan lembaga pendidikan Islam harus diperjuangkan agar setara dan sejahtera,” pungkasnya.


Ketua Umum Forum Komunikasi Jurnalis Nahdliyin (FJN), Muhamad Didi Rosadi, menilai bahwa perjuangan yang diusung Dini Rahmania sejalan dengan temuan riset terbaru tentang ketimpangan kesejahteraan guru madrasah di Indonesia.


“Berdasarkan data Pusat Riset Pendidikan dan Kebudayaan BRIN (2024), rata-rata pendapatan guru madrasah swasta di Indonesia masih berada di bawah 40% dari standar gaji guru sekolah negeri,” ujarnya.


Menurut Didi, data tersebut menunjukkan adanya ketimpangan struktural yang mendesak untuk diintervensi oleh negara. “Jika negara tidak melakukan intervensi anggaran dan reformasi kebijakan pengangkatan, kualitas pendidikan Islam akan terus tertinggal,” tegasnya.


FJN, lanjut Didi, mendukung langkah konkret DPR dan Kemenag untuk memperkuat ekosistem pendidikan Islam yang berkeadilan, termasuk pemerataan tunjangan profesi dan digitalisasi data guru madrasah agar kebijakan lebih tepat sasaran.


“Kami mendorong agar isu kesejahteraan guru madrasah tidak hanya dibahas saat momentum politik atau hari besar keagamaan, tetapi menjadi agenda strategis pembangunan nasional,” ujarnya.


Tahun ini, FJN memberikan apresiasi kepada 16 Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025. Penghargaan ini menjadi agenda tahunan FJN sejak berdiri pada 13 Mei 2020.


“Apresiasi ini murni dari kawan-kawan FJN kepada figur Nahdliyin yang rekam jejak dan karyanya bisa menginspirasi generasi muda,” kata Didi.


Ia menambahkan, FJN sebagai perkumpulan jurnalis berbasis Nahdlatul Ulama (NU) memang secara khusus memberikan apresiasi kepada figur Nahdliyin, baik dari kalangan struktural maupun kultural, sebagai bentuk komitmen mendukung NU.


“Kami ini bagian dari NU, karena itu kami fokus pada figur-figur Nahdliyin. Hal ini sejalan pada misi FJN yang memberi support kepada NU secara lembaga, maupun individunya,” ujarnya.


Proses pemilihan tokoh penerima apresiasi dilakukan secara kolektif, independen, dan tanpa komunikasi dengan nominator hingga pengumuman resmi. “Kami juga memegang prinsip independen dan imparsial. Bahkan tidak ada komunikasi yang kami lakukan dengan figur-figur yang menjadi nominator sampai diumumkan,” pungkas Didi. (Tr)