Gus Lilur Dorong Percepatan Perpres: Indonesia Harus Ekspor Lobster, Bukan Benih

Iklan Semua Halaman

Post ADS 1

Header Menu

Gus Lilur Dorong Percepatan Perpres: Indonesia Harus Ekspor Lobster, Bukan Benih

Senin, 13 Oktober 2025
HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawy (Gus Lilur), Founder dan Owner BALAD Grup.
Foto: istimewa


JURNALREPORTASE.COM, SUMENEP – Harapan besar untuk tata ulang kebijakan perikanan nasional datang dari Teluk Kangean, Sumenep, Madura. Pendiri dan pemilik Bandar Laut Dunia (BALAD) Grup, HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawy, menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, agar pemerintah segera menghentikan ekspor benih bening lobster (BBL) dan menggantinya dengan kebijakan ekspor lobster berukuran 50 gram. Usulan disampaikan sebagai bentuk komitmen untuk memperkuat sektor budidaya laut di tanah air dan memastikan kekayaan laut Indonesia memberi manfaat maksimal bagi rakyatnya.


“Sebagai pembudidaya lobster, saya ingin mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan ekspor benih bening lobster dan menggantinya dengan ekspor lobster 50 gram,” ujar pengusaha yang akrab disapa Gus Lilur ini dalam keterangannya, Minggu (12/10/2025).


Menurutnya, jika pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang menghentikan ekspor benih lobster dan menggantinya dengan ekspor lobster siap panen, maka budidaya lobster di Indonesia akan berkembang pesat.


“Budidaya lobster akan menjamur di Indonesia karena para pengekspor BBL harus berbudidaya BBL sampai menjadi lobster dengan berat 50 gram,” tambahnya.


Gus Lilur meyakini, bahwa kebijakan tersebut tidak akan merusak hubungan dagang dengan negara lain, terutama Vietnam, yang selama ini menjadi salah satu tujuan utama ekspor benih lobster dari Indonesia. Ia menegaskan bahwa ekspor lobster berukuran 50 gram tetap akan menjaga kemitraan baik antarnegara.


“Hubungan dengan Vietnam akan tetap terjaga baik karena kita tetap menjual lobster 50 gram ke Vietnam sebagai pengganti BBL,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Gus Lilur menyampaikan bahwa dirinya akan segera mengirim surat elektronik resmi kepada Presiden Prabowo untuk menyampaikan secara langsung usulan penghentian ekspor benih lobster tersebut. Ia menilai langkah ini penting untuk memperkuat kedaulatan ekonomi maritim Indonesia. Dengan mengolah potensi laut secara mandiri, nilai tambah hasil perikanan tidak lagi lari ke luar negeri.


Usulan ini muncul seiring dengan langkah besar BALAD Grup yang tengah melanjutkan ekspansi di bidang perikanan budidaya di Gugusan Teluk Kangean, Sumenep, Jawa Timur. Ada lima jenis budidaya utama yang menjadi fokus BALAD Grup, yakni rumput laut, lobster, teripang, kerapu, dan kerang. Untuk rumput laut, perusahaan berambisi mengembangkan lahan budidaya hingga mencapai 50.000 hektare dan menjadikan Indonesia sebagai produsen rumput laut terbesar di dunia. Melalui anak usahanya, Bandar Rumput Laut Nusantara Grup (BRULANTARA Grup), Gus Lilur optimistis Indonesia mampu menjadi raja budidaya rumput laut dunia.


Di bidang budidaya kerang, BALAD Grup juga akan mengembangkan dua jenis kerang, yaitu kerang putih untuk ekspor ke China dan kerang coklat sebagai bahan pakan lobster. Sementara itu, untuk budidaya teripang, perusahaan akan melakukan studi banding ke China pada akhir Oktober mendatang guna mempelajari sistem budidaya modern berbasis keramba jaring apung. Teknologi tersebut rencananya akan diterapkan di kawasan perairan Kangean untuk meningkatkan hasil dan efisiensi budidaya.


Selain itu, BALAD Grup juga bersiap memulai budidaya kerapu melalui anak usahanya, Bandar Kerapu Nusantara Grup (BAKERA Grup), yang ditargetkan mulai berjalan pada Desember 2025. Seluruh kegiatan tersebut menjadi bagian dari visi besar Gus Lilur untuk membawa Indonesia menjadi pusat perikanan budidaya dunia.


Menurut Gus Lilur, posisi geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa memberikan keunggulan alam yang tidak dimiliki banyak negara. Salah satunya adalah habitat alami lobster.


“Indonesia memiliki anugerah geografis luar biasa dengan posisi di tengah garis khatulistiwa. Di Asia, lobster hanya ada di Indonesia dan Filipina, dan kualitas lobster Indonesia jauh lebih unggul,” ujarnya. Karena itu, ia menegaskan, ekspor benih lobster sama saja dengan menjual potensi masa depan bangsa dalam bentuk mentah.


Dengan semangat kemandirian ekonomi dan kecintaannya pada laut Indonesia, Gus Lilur menutup pernyataannya dengan harapan besar agar pemerintah mendengarkan aspirasi dari para pembudidaya. Ia ingin agar laut Indonesia bukan hanya menjadi sumber daya alam, tetapi juga sumber kesejahteraan bagi rakyat.


“Salam keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya penuh keyakinan. (Tr)