![]() |
Lia Istifhama saat mengisi seminar nasional di STAISAM Mojokerto. Foto: istimewa |
JURNALREPORRASE.COM, SURABAYA – Popularitas Lia Istifhama atau akrab disapa Ning Lia semakin tak terbendung. Berdasarkan hasil survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI), senator asal Jawa Timur ini dinobatkan sebagai legislator paling populer sekaligus paling disukai masyarakat.
Survei tersebut mencatat, 72,4 persen responden mengenal Ning Lia, sementara 71,7 persen menyatakan menyukainya. Angka ini menempatkan dirinya di posisi teratas, mengungguli sejumlah tokoh politik beken di Jawa Timur, baik dari kalangan DPR RI maupun kepala daerah.
Direktur Eksekutif ARCI, Baihaki Siradj, menegaskan dominasi Ning Lia bahkan melampaui figur-figur politik yang lebih dulu populer.
“Survei ini menunjukkan Ning Lia bukan hanya dikenal di kalangan konstituen DPD RI, tetapi juga melampaui figur DPR RI maupun kepala daerah,” jelas Baihaki.
Nama-nama seperti M. Sarmuji, anggota DPR RI yang dikenal 63,6 persen responden dan disukai 52,9 persen, maupun Sugiri Sancoko, Bupati Ponorogo yang populer 61,7 persen dengan tingkat kesukaan 57,3 persen, berada di bawah Ning Lia.
Di balik capaian tersebut, Ning Lia punya rahasia yang membuatnya begitu dicintai publik, yakni kedekatannya dengan mahasiswa. Ia dikenal sebagai figur yang hampir tidak pernah menolak undangan dari kampus maupun organisasi kepemudaan.
“Alhamdulillah, khusus keterkaitan dengan mahasiswa, saya berusaha selalu hadir. Tidak ada beda, apakah kampus besar atau kecil, prodi tertentu atau organisasi mahasiswa. Karena saya yakin mahasiswa adalah pilar penting bangsa,” ujar Ning Lia usai mengisi seminar nasional di STAISAM Mojokerto.
Sebagai seorang ibu, Ning Lia menilai mahasiswa adalah generasi yang harus tumbuh dalam lingkungan sehat dengan solidaritas tinggi. Menurutnya, pemimpin perlu menjadi teladan yang berpegang pada prinsip khairunnas anfauhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain).
“Anak-anak muda harus melek politik dan jangan antipati terhadap demokrasi. Kalau SDM gen Z punya modal sosial kuat, maka keberlangsungan bangsa juga akan terjaga,” ungkapnya.
Tak hanya berbicara soal politik, Ning Lia juga menyentuh sisi emosional mahasiswa dengan membacakan puisi berjudul Ibu Pertiwi.
Ibu pertiwi
Tanah kami terlahir
Adakah kau mendengar pilu kami
Tatkala kami lemah menjagamu
Ibu pertiwi
Tanah kami terlahir
Adakah ada daya untuk langkah kami?
Tuk menjaga harumnya negeri
Negeri ini bukan milik kami semata
Tapi inilah warisan kami
Untuk anak cucu tatkala mata kami tertutup
Seperti halnya yang kau wariskan pada kami
Keindahan yang kini terselimut pedih
Andai kami memiliki daya berkata
Maka kami ingin katakan
Bahwa kami hanyalah ingin anak cucu tetap dalam damai
Di tengah indahnya hamparan negeri
Puisi itu menambah kesan keibuan Ning Lia di hadapan mahasiswa. Deyis, salah satu dosen STAISAM Mojokerto, mengaku momen tersebut begitu membekas.
“Momen itu membuat sosok Ning Lia semakin lekat dengan mahasiswa, bukan hanya sebagai senator, tetapi juga sebagai figur keibuan yang peduli pada masa depan bangsa,” ujarnya.
Dengan rekam jejak kedekatan terhadap mahasiswa dan perhatiannya pada generasi muda, Ning Lia kini tak hanya tampil sebagai senator, melainkan juga sebagai simbol kepedulian yang mengakar di hati publik Jawa Timur.